Total Tayangan Halaman

Kamis, 06 Juni 2013

Tanaman Karet Sangat Berguna Bagi Lingkungan

Tanaman karet memang bukan tanaman asli Indonesia. Namun saat ini, tanaman karet telah menempati areal seluas lebih dari 3 juta hektar dan 85 persennya merupakan karet rakyat.Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat hidup sampai sekitar 30 tahun. Tinggi tanaman karet bisa mencapai 15 sampai 20 meter.Lateks merupakan bahan utama dari tanaman karet berasal dari batangnya, di mana terdapat pembuluh lateks.
Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya pada saat kekurangan air di musim kemarau. Daun-daun tanaman karet yang gugur di musim kemarau itu akan kembali tumbuh di musim hujan.
Pada bagian akar tanaman karet akan menyebar cukup luas sehingga memungkinkannya untuk tumbuh pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan. Akar ini juga digunakan untuk menyeleksi klon-klon yang dapat digunakan sebagai batang bawah pada perbanyakan tanaman karet.
Sebelum dapat menghasilkan lateks yang dapat disadap, tanaman karet memerlukan waktu selama lima tahun sehingga lateks baru dapat disadap pada tahun keenam. Secara ekonomis, tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 20 tahun.
Sejarah Tanaman Karet
Sejarah tanaman karet dimulai ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1476. Saat itu, Columbus melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan sesuatu yang terbuat dari bahan yang dapat memantul apabila dijatuhkan ke tanah. Namun rupanya bola itu terbuat ari campuran akar, kayu, dan rumput, yang dicampur dengan suatu bahan yang dipanaskan dengan api dan dibentuk bulat.
Namun pada tahun 1731, para ilmuwan tertarik untuk menyelidiki bahan yang akhirnya disebut lateks tersebut. Seorang ahli dari Prancis bernama Fresnau melaporkan adanya tanaman yang menghasilkan lateks atau karet. Tanaman itu ditemukan di hutan Amazon (Brazil), yaitu tanaman dengan speciesHavea brasilienss.
Tanaman itulah yang sekarang menjadi tanaman penghasil karet utama dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara. Saat ini, tanaman ini sudah menjadi penghasil karet utama di dunia.
Perkembangan tanaman karet sebagai tanaman industri dimulai ketika seorang bernama Charles Goodyear melakukan penelitian pada tahun 1938. Berdasarkan hasil penemuannya, jika belerang dicampurkan dengan karet dan dipanaskan, maka karet akan menjadi elastis dan tidak lagi terpengaruh oleh cuaca. Sebelum Goodyear menemukan campuran ini, semua bahan yang terbuat dari karet akan menjadi keras pada waktu musim dingin.
Oleh para ahli, temuan Charles Goodyear ini disebut sebagai proses vulkanisasi. Proses inilah yang akhirnya disebut sebagai awal perkembangan industri karet.
Tanaman Karet di Indonesia
Pada saat awal masuk ke Indonesia, tanaman karet tidak melalui proses penyeleksian biji. Berdasarkan hasil penanaman tanaman karet yang masuk ke Indonesia itu didapatkan hasil yang beragam. Kemudian pada tahun 1910, dilakukan seleksi dari biji-biji yang berasal dari tanaman karet yang memiliki pertumbuhan dan produksi yang baik, untuk kemudian dikembangkan kembali.
Pada tahun 1917, ditemukan teknik okulasi. Teknik okulasi ini membawa perubahan penting dalam perkembangan tanaman karet. Dengan teknik ini, sifat pertumbuhan dan produksi baik dapat relatif dipertahankan.
Perkembangan tanaman karet di Indonesia memang sangat cepat. Pada tahun 1977, areal tanaman karet di Indonesia sekitar 2 juta hektar. Pada tahun 2000-an ini, areal tanaman karet sudah mencapai 3 juta hektar.
Manfaat Tanaman Karet untuk Lingkungan
Selain hasilnya yang berupa lateks yang dapat diolah menjadi berbagai macam komoditi, ternyata tanaman karet memiliki kegunaan lain. Tanaman karet sangat berguna bagi lingkungan karena dapat digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan. Hal ini karena tanaman karet dapat beradaptasi pada lahan yang kurang subur.
Di Indonesia, jumlah lahan kritis sudah mencapai jutaan hektar. Lahan kritis itu hanya menjadi areal yang dipenuhi dengan alang-alang. Menurut beberapa ahli, lahan yang telantar itu sebetulnya dapat dimanfaatkan kembali dengan sebelumnya dilakukan rehabilitasi terlebih dahulu. Lahan yang terlalu lama ditumbuhi alang-alang akan mudah terkena erosi.
Untuk itu, lahan tersebut harus dimanfaatkan untuk tanaman yang tidak terlalu membutuhkan tingkat kesuburan tinggi, yang sekaligus mampu mencegah erosi. Di sinilah peran tanaman karet.
Tanaman karet adalah salah satu tanaman yang mampu berperan dalam reboisasi dan rehabilitasi lahan. Hal ini karena sifat tanaman karet yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan tidak terlalu memerlukan tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi.
Pengkajian tanaman karet sebagai tanaman yang dapat berfungsi untuk merehabilitasi lahan sudah dilakukan sejak tahun 1989. Tanaman karet diketahui memberikan beberapa keuntungan, seperti menciptakan lingkungan yang lebih sehat karena tanaman karet dapat berfungsi sebagai sumber oksigen, pengatur tata air tanah, mencegah erosi dan membentuk humus.
Tanaman karet juga memiliki nilai ekonomi tinggi karena menghasilkan lateks dan kayu sehingga meningkatkan produktivitas lahan.Namun, untuk mendukung keberhasilan reboisasi dan rehabilitasi lahan dengan menggunakan tanaman karet, dibutuhkan teknologi budi daya, seperti penyiapan jalur penanaman, sistem tanam, penyiapan bahan tanam, dan pemeliharaan tanaman.
Tanaman karet yang dipilih adalah tanaman karet dengan potensi produksi sedang sampai tinggi. Teknik budidaya dan pemilihan klon ini adalah kunci keberhasilan penanaman karet. Jika akan digunakan kayunya maka dipilih tanaman karet yang pertumbuhannya cepat.
Selain untuk rehabilitasi lahan, tanaman karet juga berguna untuk mengurangi kadar gas karbon dioksida (CO2). Sejak dimulainya revolusi industri, terjadi peningkatan drastic CO2 di muka bumi ini. Karena menyebabkan efek rumah kaca, CO2 menjadi ancaman bagi kehidupan di bumi karena mengakibatkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi.
Tanaman karet memiliki peran besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki kanopi yang lebar dan permukaan hijau daun yang luas. Tanaman karet seperti halnya tanaman hutan, mampu mengolah CO2 sebagai sumber karbon yang digunakan untuk fotosintesis.
Secara alami, gas CO2 diproses oleh vegetasi tanaman, termasuk tanaman karet melalui fotosintesis dan menghasilka oksigen. Hal ini berarti bahwa tanaman karet mampu mengurangi jumlah emisi gas CO2 di udara.Selain bermanfaat sebagai tanaman perkebunan, tanaman karet juga berpotensi menjadi tanaman hutan. Sebagai tanaman hutan, karet efektif sebagai paru-paru dunia dan penambat CO2.
Tanaman Karet sebagai Solusi untuk Mengurangi Emisi CO2
Proses fotosintesis pada tanaman karet dapat membangun keseimbangan energi sehingga semakin banyak jumlah tanaman karet maka akan segera tercapai keseimbangan energi. Energi matahari yang diserap oleh tanaman karet digunakan untuk kegiatan fotosintesis, respirasi, transpirasi, translokasi unsur hara, dan asimilat.
Energi cahaya yang ditangkap dalam fotosintesis diubah menjadi energi potensial. Energi itulah yang akan digunakan untuk mengabsorbsi unsure hara, mineral, dan air.Secara kasar, sebatang pohon mampu menyerap CO2 antara 20 sampai 36 gram setiap harinya.
Hal itu berarti jika di suatu lahan terdapat 300 batang tanaman karet maka CO2 yang mampu diserap setiap harinya mampu mencapai 6 sampai 10,8 kilogram. Dalam setahun, lahan itu mampu menyerap karbon dioksida sebesar 75 ribu hingga 136 ribu ton.
Lalu, bagaimana dengan produksi oksigen? Jika dalam setiap pohon karet memiliki 200 lembar daun maka 300 pohon itu akan menyumbang oksigen sebanyak 300 liter per jam karena setiap lembar daun tanaman karet mampu memproduksi oksigen sebanyak 5 mililiter. Hal ini berarti semakin luas tanaman karet maka akan semakin banyak oksigen yang dihasilkan.
Selain itu, tanaman karet juga dapat menaikkan kandungan air tanah dan kelembaban udara, mengurangi kadar silau dalam cahaya matahari, serta menyerap gas, partikel padat dan aerosol yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri.SB

Silahkan klik link artikel dibawah ini : 

1 komentar: